Senin, 29 Juli 2019

Mengulik Singkat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2018

      Ketentuan mengenai Tata Cara Revisi Anggaran ditetapkan setiap tahun, sesuai dengan amanat UU APBN dan Perpres Rincian APBN. Untuk Tahun Aanggaran 2019, dilakukan perbaikan kentuan revisi anggaran antara lain sebagai berikut yaitu : Pembagian kewenangan pemroresan usul revisi di DJA dan DJPB; Ketentuan revisi anggaran terkait dengan belanja operasional, tunggakan, dll; Penyeragaman penelahaan revisi anggaran; Dukungan sistem aplikasi dalam proses penyelesaian revisi anggaran.

KEWENANGAN REVISI DJPB


  1. Revisi Anggaran Dalam Hal Pagu Berubah
  • Lanjutan pelaksanaan kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN atau PHDN;
  • Penambahan dan/atau pengurangan hibah langsung;
  • Penggunaan kelebihan realisasi atas target PNBP fungsional (PNBP yang dapat digunakan kembali) yang direncanakan dalam APBN TA 2019 atau peruabahan TA 2019 untuk satker pengguna PNBP yang tidak terpusat sepanjang dalam 1 satu program yang sama;
  • Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk satker BLU
  1. Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran Tetap

a. Pergeseran belanja yang dibiayai dengan PNBP dalam 1 satker pengguna PNBP yang sama;
b. Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama dalam wilayah kerja Kanwil DJPB yang sama , dalam rangka:
- memenuhi kebutuhan belanja operasional;
- Memenuhi kebutuhan kurs;
- Penyelesaian tunggakan tahun 2018;
- penggunaan sisa anggaran kontraktual atau sisa anggaran swakelola untuk menambah volume keluaran (output)
- penyelesaian pagu minus belanja pegawai;
c. pergeseran anggaran untuk kegiatan tugas pembantuan, urusan bersama, dan/atau dekonsentrasi sepanjang tidak mengubah lokasi/kewenangan;
d. pergeseran anggaran antarkeluaran (output) dalam 1 (satu) Satker atau antar-Satker maksimal 10% sepanjang tidak berdampak pada penurunan volume keluaran
(output) teknis non-Prioritas Nasional yang direvisi;

3. Revisi Administrasi

a. ralat kode akun dalam rangka penerapan kebijakan akuntansi sepanjang dalam peruntukkan dan sasaran yang sama, termasuk yang mengakibatkan perubahan jenis belanja
b. ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara sepanjang DIPA belum direalisasikan;
c. ralat kode lokasi Satker dan/atau lokasi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
d. perubahan rencana penarikan dana/atau rencana penerimaan dalam halaman III DIPA sepanjang tidak merubah nilai total pendapatan Satker;
e. ralat cara penarikan PHLN/PHDN, termasuk penerusan pinjaman;
f. ralat cara penarikan SBSN;
g. ralat nomor register pembiayaan proyek melalui SBSN;
h. ralat karena kesalahan aplikasi berupa tidak berfungsinya sebagian atau seluruh fungsi matematis aplikasi RKA-K/L DIPA;
i. pencantuman/perubahan/penghapusan catatan halaman IV DIPA berkaitan dengan tunggakan tahun 2018;
j. Perubahan nominal pagu komponen pembangunan / renovasi gedung/bangunan dan/atau komponen pengadaan kendaraan bermotor yang tercatat dalam halaman IV .B DIPA sepanjang volume komponen pembangunan/renovasi gedung/bangunan dan/atau komponen pengadaan kendaran bermotor tetap.
k. perubahan kantor bayar sepanjang DIPA belum direalisasikan;
l. perubahan nomenklatur satker untuk kegiatan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan;
m. perubahan pejabat perbendaharaan; dan
n. revisi secara otomatis, sepanjang DIPA belum direalisasikan

REVISI ADMINISTRASI KEWENANGAN DJPB
- ralat kode akun dalam rangka penerapan kebijakan akuntansi sepanjang dalam peruntukkan dan sasaran yang sama, termasuk yang mengakibatkan perubahan jenis belanja
- ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara sepanjang DIPA belum direalisasikan;
- ralat kode lokasi Satker dan/atau lokasi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
- perubahan rencana penarikan dana/atau rencana penerimaan dalam halaman III DIPA;
- ralat cara penarikan PHLN/PHDN, termasuk penerusan pinjaman;
- ralat cara penarikan SBSN;
- ralat nomor register pembiayaan proyek melalui SBSN; dan/atau
- ralat karena kesalahan aplikasi berupa tidak berfungsinya sebagian atau seluruh fungsi matematis aplikasi RKA-K/L DIPA;

MEKANISME REVISI DJPB
KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
a. Surat usulan revisi anggaran;
b. surat persetujuan eselon I dalam hal Revisi Anggaran berupa :
- pencantuman/ penambahan volume komponen gedung/bangunan pembangunan/renovasi dan pengadaan kendaraan bermotor dalam keluaran (output) layanan sarana dan
prasarana internal; dan/ atau
- pergeseran anggaran antarkeluaran (output) dengan besaran lebih dari 10% (sepuluh persen) dari pagu DIPA awal keluaran (output) yang direvisi sepanjang
tidak berdampak pada penurunan volume keluaran (output) teknis non-Prioritas Nasional; dan/ atau dokumen pendukung terkait lainnya.


FORMAT SURAT USULAN REVISI ANGGARAN SATKER KEPADA KANWIL DJPB

MATRIKS PERUBAHAN (SEMULA-MENJADI)

FORMAT SURAT PERMINTAAN PEMUTAKHIRAN DATA POK
KEPADA KANWIL DJPB

BAGAN ARUS REVISI PADA KANWIL DJPB
(MELALUI MEJA LAYANAN ATAU PERSURATAN)

BAGAN ARUS REVISI PADA KUASA PENGGUNA ANGGARAN



Selasa, 07 Mei 2019

Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan Jembatan Bagi Dunia Perbankan

Ibu Menteri Keuangan kita, Sri Mulyani Indrawati menggagas kewajiban intansi Pemerintahan Kementerian Negara/Lembaga untuk penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP)dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Apakah tujuan dibalik penggunaan KKP tersebut? Nah.. kita ulas sedikit dari awal.

Setiap Instansi/Badan/Kementerian Negara/Lembaga mempunyai Dana Operasional untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Dana tersebut meliputi gaji pegawai pemerintah dan non pemerintah, dana operasional (meliputi belanja barang dan belanja modal), dana bantuan sosial, dana hibah, serta banyak dana lainnya yang menjadi bahan utama yang akan menggerakkan roda pemerintahan sesuai tupoksinya masing-masing. Dana yang dibutuhkan tersebut telah direncakan tahun sebelumnya berdasarkan kajian Rencana Strategis, kajian fiskal dan kebijakan lainnya yang menjadi rencana kerja tahun yang akan datang. Misalnya saja pada Kementerian Negara/Lembaga bernama KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang akan mengadakan pemilu tentu memerlukan dana yang besar untuk pengadaan surat suara, biaya keamanan, biaya sewa tenda/kelakar untuk setiap TPS, serta biaya upah untuk panitia/saksi yang akan bekerja pada saat masa pemilu mempunyai dana yang telah dituangkan pada Tahun sebelumnya yang disebut dengan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). Sebagai contoh, KPU Kota Bukittinggi memiliki total dana yang tertuang dalam DIPA Rp. 10 Milyar yang terdiri dari berbagai macam alokasi dana sebagaimana yang telah saya sebutkan sesuai tupoksinya. Maksimal dana yang bisa digunakan oleh KPU Kota Bukittinggi adalah Rp. 10 Milyar, kemudian maksimal dana tersebut terbagi lagi untuk masing-masing belanja, hal inilah yang disebut sebagai Pagu anggaran.


Untuk Dana Operasional setiap bulannya ada yang disebut dengan Uang Persediaan (UP). Dana UP tersebut digunakan untuk dana operasional kantor seperti pengadaan Alat Tulis Penunjang Kantor (ATK), biaya perjalanan dinas, biaya konsumsi kegiatan/acara, dsb. Dana UP yang dianggarkan setiap bulan untuk Satuan Kerja KPU Kota Bukittinggi misalnya sebesar Rp. 200 juta. Dana tersebut sebelumnya hanya bersifat uang tunai di Bank yang dicairkan melalui KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) dan masuk ke rekening KPU Kota Bukittinggi dan dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dana tersebut boleh tunai dan disimpan di brankas dengan maksimal dana Rp. 50 juta (Sesuai dengan PMK Nomor 178/PMK.05/2018) sehingga banyak idle money yang tersedia di Bank yang belum digunakan dan tidak produktif. Selain itu, penggunaan dana yang masih manual menyulitkan untuk pemeriksaan. Proporsi dari KKP tersebut adalah 60% UP Tunai dan 40% untuk KKP.


Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) bertujuan untuk mengontrol transaksi keuangan Negara serta memungkinkan Pemerintah untuk mengelola dana APBN secara lebih efektif dan produktif. Sesuai Arahan Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani Indrawati, dalam Acara Puncak Hari Bhakti Perbendaharaan 23 Januari 2019 :

“Setiap Rupiah tidak boleh idle (termasuk uang persediaan). Kita tidak akan menjadi pengelola perbendaharaan negara yang terbaik di dunia seperti yang dicanangkan oleh Pak Dirjen sebagaimana tekadnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan, kalau Anda tidak terusik melihat uang persediaan menganggur biarpun seminggu.”

Maka kewajiban penggunaan KKP untuk Uang Persediaan akan dilangsungkan selambat-lambatnya tanggal 1 Juli 2019. Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Wajib bagi Satker yang memiliki pagu DIPA yang bisa di UP kan sebesar Rp 2,4 Milyar s.d. Rp 6 Milyar
2. UP satker sudah melebihi Rp. 200 Juta.

Sedangkan dispensasi bagi satker yang tidak akan menggunakan KKP adalah :
1. Satker tersebut Pagu DIPA nya dibawah Rp. 2,4 Milyar
2. Belum tersedianya Merchant di Kota atau Wilayah tempat satker tersebut beroperasi.

Lantas bagaimana dengan pihak penyedia KKP tersebut?

Pihak Kementerian Keuangan dalam hal ini telah melangsungkan kerjasama dengan Bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN) demi menyukseskan kebijakan penggunaan KKP diseluruh Kementerian Negara/Lembaga. Pihak Bank Himbara telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama antara Kementerian Keuangan c.q Ditjen Perbendaharaan yang didalamnya berisi kesanggupan Bank Himbara untuk melaksanakan KKP dan akan membantu Bank yang belum mempunyai sistem Kartu Kredit seperti Bank Syariah, Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank lainnya yang menjadi tempat satker menaruh dana operasionalnya melalui mekanisme co-branding.


Terhadap satker yang membuka rekening pengeluaran di Bank selain bank Himbara (Bank Nagari, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dll) Tetap diwajibkan sebagai peserta KKP
Maka solusinya adalah :
1. Bank-bank tersebut melakukan kerja sama/ co-branding dengan bank Himbara yang dapat menerbitkan KKP
2. Bank-Bank dimaksud melakukan penandatangan PKS induk terlebih dahulu antara pimpinan kantor pusat Bank (Bank Nagari, BSM, BRI Syariah, dll) dengan Dirjen Perbendaharaan. Setelah PKS Induk ditandatangani, kantor Cabang Bank selain Himbara baru dapat melakukan penandatanganan PKS dengan satuan kerja yang diwajibkan KKP.

Namun pada kenyatannya dilapangan masih banyak cabang dari Bank Himbara tersebut belum mengetahui perihal penggunaan KKP ini. Maka dirasa perlu untuk pihak Bank Himbara untuk mensosialisasikan KKP kepada semua lini cabang dan kantor kas lainnya agar pelaksanaan KKP ini berjalan dengan lancar. Penggunaan KKP juga tidak boleh dikenakan biaya sur-charge sama sekali dikarenakan pembebanan biaya tersebut akan masuk sebagai belanja Pemerintah lain-lain. Untuk pengenaan biaya sur-charge sendiri telah dilarang Oleh Bank Indonesia agar pihak Merchant tidak mengenakannya ke Konsumen. Untuk itu khusus KKP tidak boleh dikenakan biaya sur-charge sama sekali.

Apakah Bank diuntungkan mengenai hal ini? tentu saja ya. Uang Persediaan yang tadinya dikelola manual dalam bentuk saldo rekening debet kini sebagiannya beralih fungsi menjadi Kartu Kredit. Untuk Bank penyedia Kartu Kredit hal ini akan membantu mereka dalam mengelola target mereka.

Lalu bagaimana dengan Bank yang tidak mempunyai sistem Kartu Kredit?

Bank tersebut dapat melakukan kerjasama dengan metode co-branding dengan Bank Himbara dan tanpa dibebani biaya kecuali biaya materai.

Apakah jika Bank yang tidak melangsungkan co-branding akan terkena dampak?

Dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018 telah tegas disebutkan bahwa satker yang telah memenuhi persyaratan harus menggunakan KKP pada tanggal 1 Juli 2019. bagi satker yang akan menggunakan KKP tetapi Bank dimana rekening operasionalnya tidak menyediakan fasilitas KKP, Satker tersebut dapat mengajukan pindah Bank Operasional kepada Bank Himbara/bank yang menyediakan fasilitas KKP. Hal tersebut berarti memindahkan buku rekening Bendahara Pengeluaran ke rekening dengan fasilitas KKP. Pihak Bank sebaiknya serius menanggapi hal tersebut karna dana yang ada pada Satker pasti besar jumlahnya sesuai dana operasional masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.