Selasa, 07 Mei 2019

Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan Jembatan Bagi Dunia Perbankan

Ibu Menteri Keuangan kita, Sri Mulyani Indrawati menggagas kewajiban intansi Pemerintahan Kementerian Negara/Lembaga untuk penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP)dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah. Apakah tujuan dibalik penggunaan KKP tersebut? Nah.. kita ulas sedikit dari awal.

Setiap Instansi/Badan/Kementerian Negara/Lembaga mempunyai Dana Operasional untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Dana tersebut meliputi gaji pegawai pemerintah dan non pemerintah, dana operasional (meliputi belanja barang dan belanja modal), dana bantuan sosial, dana hibah, serta banyak dana lainnya yang menjadi bahan utama yang akan menggerakkan roda pemerintahan sesuai tupoksinya masing-masing. Dana yang dibutuhkan tersebut telah direncakan tahun sebelumnya berdasarkan kajian Rencana Strategis, kajian fiskal dan kebijakan lainnya yang menjadi rencana kerja tahun yang akan datang. Misalnya saja pada Kementerian Negara/Lembaga bernama KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang akan mengadakan pemilu tentu memerlukan dana yang besar untuk pengadaan surat suara, biaya keamanan, biaya sewa tenda/kelakar untuk setiap TPS, serta biaya upah untuk panitia/saksi yang akan bekerja pada saat masa pemilu mempunyai dana yang telah dituangkan pada Tahun sebelumnya yang disebut dengan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). Sebagai contoh, KPU Kota Bukittinggi memiliki total dana yang tertuang dalam DIPA Rp. 10 Milyar yang terdiri dari berbagai macam alokasi dana sebagaimana yang telah saya sebutkan sesuai tupoksinya. Maksimal dana yang bisa digunakan oleh KPU Kota Bukittinggi adalah Rp. 10 Milyar, kemudian maksimal dana tersebut terbagi lagi untuk masing-masing belanja, hal inilah yang disebut sebagai Pagu anggaran.


Untuk Dana Operasional setiap bulannya ada yang disebut dengan Uang Persediaan (UP). Dana UP tersebut digunakan untuk dana operasional kantor seperti pengadaan Alat Tulis Penunjang Kantor (ATK), biaya perjalanan dinas, biaya konsumsi kegiatan/acara, dsb. Dana UP yang dianggarkan setiap bulan untuk Satuan Kerja KPU Kota Bukittinggi misalnya sebesar Rp. 200 juta. Dana tersebut sebelumnya hanya bersifat uang tunai di Bank yang dicairkan melalui KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) dan masuk ke rekening KPU Kota Bukittinggi dan dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dana tersebut boleh tunai dan disimpan di brankas dengan maksimal dana Rp. 50 juta (Sesuai dengan PMK Nomor 178/PMK.05/2018) sehingga banyak idle money yang tersedia di Bank yang belum digunakan dan tidak produktif. Selain itu, penggunaan dana yang masih manual menyulitkan untuk pemeriksaan. Proporsi dari KKP tersebut adalah 60% UP Tunai dan 40% untuk KKP.


Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) bertujuan untuk mengontrol transaksi keuangan Negara serta memungkinkan Pemerintah untuk mengelola dana APBN secara lebih efektif dan produktif. Sesuai Arahan Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani Indrawati, dalam Acara Puncak Hari Bhakti Perbendaharaan 23 Januari 2019 :

“Setiap Rupiah tidak boleh idle (termasuk uang persediaan). Kita tidak akan menjadi pengelola perbendaharaan negara yang terbaik di dunia seperti yang dicanangkan oleh Pak Dirjen sebagaimana tekadnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan, kalau Anda tidak terusik melihat uang persediaan menganggur biarpun seminggu.”

Maka kewajiban penggunaan KKP untuk Uang Persediaan akan dilangsungkan selambat-lambatnya tanggal 1 Juli 2019. Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Wajib bagi Satker yang memiliki pagu DIPA yang bisa di UP kan sebesar Rp 2,4 Milyar s.d. Rp 6 Milyar
2. UP satker sudah melebihi Rp. 200 Juta.

Sedangkan dispensasi bagi satker yang tidak akan menggunakan KKP adalah :
1. Satker tersebut Pagu DIPA nya dibawah Rp. 2,4 Milyar
2. Belum tersedianya Merchant di Kota atau Wilayah tempat satker tersebut beroperasi.

Lantas bagaimana dengan pihak penyedia KKP tersebut?

Pihak Kementerian Keuangan dalam hal ini telah melangsungkan kerjasama dengan Bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN) demi menyukseskan kebijakan penggunaan KKP diseluruh Kementerian Negara/Lembaga. Pihak Bank Himbara telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama antara Kementerian Keuangan c.q Ditjen Perbendaharaan yang didalamnya berisi kesanggupan Bank Himbara untuk melaksanakan KKP dan akan membantu Bank yang belum mempunyai sistem Kartu Kredit seperti Bank Syariah, Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank lainnya yang menjadi tempat satker menaruh dana operasionalnya melalui mekanisme co-branding.


Terhadap satker yang membuka rekening pengeluaran di Bank selain bank Himbara (Bank Nagari, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dll) Tetap diwajibkan sebagai peserta KKP
Maka solusinya adalah :
1. Bank-bank tersebut melakukan kerja sama/ co-branding dengan bank Himbara yang dapat menerbitkan KKP
2. Bank-Bank dimaksud melakukan penandatangan PKS induk terlebih dahulu antara pimpinan kantor pusat Bank (Bank Nagari, BSM, BRI Syariah, dll) dengan Dirjen Perbendaharaan. Setelah PKS Induk ditandatangani, kantor Cabang Bank selain Himbara baru dapat melakukan penandatanganan PKS dengan satuan kerja yang diwajibkan KKP.

Namun pada kenyatannya dilapangan masih banyak cabang dari Bank Himbara tersebut belum mengetahui perihal penggunaan KKP ini. Maka dirasa perlu untuk pihak Bank Himbara untuk mensosialisasikan KKP kepada semua lini cabang dan kantor kas lainnya agar pelaksanaan KKP ini berjalan dengan lancar. Penggunaan KKP juga tidak boleh dikenakan biaya sur-charge sama sekali dikarenakan pembebanan biaya tersebut akan masuk sebagai belanja Pemerintah lain-lain. Untuk pengenaan biaya sur-charge sendiri telah dilarang Oleh Bank Indonesia agar pihak Merchant tidak mengenakannya ke Konsumen. Untuk itu khusus KKP tidak boleh dikenakan biaya sur-charge sama sekali.

Apakah Bank diuntungkan mengenai hal ini? tentu saja ya. Uang Persediaan yang tadinya dikelola manual dalam bentuk saldo rekening debet kini sebagiannya beralih fungsi menjadi Kartu Kredit. Untuk Bank penyedia Kartu Kredit hal ini akan membantu mereka dalam mengelola target mereka.

Lalu bagaimana dengan Bank yang tidak mempunyai sistem Kartu Kredit?

Bank tersebut dapat melakukan kerjasama dengan metode co-branding dengan Bank Himbara dan tanpa dibebani biaya kecuali biaya materai.

Apakah jika Bank yang tidak melangsungkan co-branding akan terkena dampak?

Dalam PMK Nomor 196/PMK.05/2018 telah tegas disebutkan bahwa satker yang telah memenuhi persyaratan harus menggunakan KKP pada tanggal 1 Juli 2019. bagi satker yang akan menggunakan KKP tetapi Bank dimana rekening operasionalnya tidak menyediakan fasilitas KKP, Satker tersebut dapat mengajukan pindah Bank Operasional kepada Bank Himbara/bank yang menyediakan fasilitas KKP. Hal tersebut berarti memindahkan buku rekening Bendahara Pengeluaran ke rekening dengan fasilitas KKP. Pihak Bank sebaiknya serius menanggapi hal tersebut karna dana yang ada pada Satker pasti besar jumlahnya sesuai dana operasional masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar