Rabu, 15 April 2015

Antara Cita-cita, Keinginan dan Takdir

Assalamualaikum WRB

Sudah lama sekali rasanya aku tidak menulis..

Lelah Skripsi sambil mengaudit RS, wisuda dan lelah patah hati..
Aku adalah sedikit dari beberapa orang jobseeker yang memasrahkan hidupnya di Jakarta karena terbatasnya lowongan kerja di Daerah.
Sebelumnya aku sudah mencari beberapa lowongan kerja di Bandung, namun karna jurusanku memang kebanyakan di Pusat (Jakarta) ternyata tidak semudah itu mencari kerja di Bandung. Aku keterima kerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta dan aku dengan berat hati meninggalkan Bandung sebagai zona nyaman hidupku untuk melanjutkan hidup setelah wisuda. Aku sebenarnya bukanlah orang yang harus memaksakan diri harus langsung bekerja setelah lulus dan wisuda, tapi apa boleh buat karna aku anak perantau dan cuma ngekos di Bandung serta kebetulan masa kontrak kos-kosan sudah habis. Aku pun sebetulnya tidak begitu menyukai lingkungan aku bekerja saat itu, alhasil karna hanya ingin membuat orang tua tidak khawatir anaknya galau karna nganggur setelah lulus, aku masuk disana dan hanya bertahan 2 minggu saja bekerja disana.

Kemudian aku pulang ke Padang, Kota dimana aku dilahiran dan dibesarkan. Aku memutuskan untuk pulang dan berusaha mencari kerja disana, karna aku pikir selain aku bisa menghibur orang tuaku dengan kehadiranku serta aku bisa membantu mama mengurus rumah aku juga ingin membangun suatu Komunitas baru yang jarang ada di Padang. Komunitas ini aku tujukan untuk membangun kreatifitas dan eksistensi anak Panti Asuhan di Padang. Aku sadar, Padang hanyalah Kota kecil yang sering ditinggalkan para perjuang perantauan yang cerdas untuk mengembangkan dirinya di Kota Besar. Tidak bisa disalahkan, memang mereka terlalu cerdas sehingga kapasitas kota yang kemajuannya pelan ini tidak lagi cukup untuk menampung mereka sepertinya. Yang patut dipertanyakan adalah, mengapa mereka setelah sukses, besar dan berkembang di Kota Orang lain mereka tidak lagi pulang ke Kota mereka sendiri untuk membangun daerah mereka. Aku sering bertanya-tanya mengenai hal ini, karna mereka hanya bisa pulang saat hari besar atau hari lebaran tiba hingga mereka sendiri tidak punya waktu lagi untuk membangun kota kelahiran mereka sendiri.

Padang Kota Tercinta itulah slogan Kami, ada yang bilang karna slogan itulah akhirnya semua meninggalkan kota kami, karna mungkin terlalu cinta menurutku. Aku hanya salah satu orang yang mempunyai ide namun terhambat semangat anak muda untuk membangun sebuah komunitas. Orang padang adalah orang yang cerdas namun karna mereka selalu berpikiran untuk hijrah ke Kota Besar dan suskes disana sehigga mereka tidak lagi bersemangat membangun sebuah peradaban dan sistem baru karna mungkin nantinya mereka akan pergi juga kesuatu tempat entah dimana. Kemanakah pepatah "mambangkik batang tarandam" itu?...

Aku berharap suatu hari semua orang awak tidak lagi selalu berpikiran untuk hijrah ke Jakarta, ataupun Luar Negeri. Aku hanya ingin menghimbau bagaimana jika kita pergi belajar ke luar Kota maupun luar Negeri namun kembali lagi ke Daerah kita sendiri yang sering ditinggalkan ini agar kita semua maju bersama. Kemanakah kalian orang-orang cerdas pembangun nagari urang awak? kalian lupakah untuk pulang? apakah kalian teralu senang hidup disana?

Itulah yang membuat aku nekat pulang ke Padang dan meninggalkan perusahaan lama aku bekerja. Aku berharap aku bisa menemukan suatu pekerjaan yang cocok disana dan melanjutkan misi ku Pulang Ke Padang. Namun ternyata tidak semudah itu mencari pekerjaan disini, karna sedikitnya persaingan usaha, maka lapangan pekerjaaan pun tidak terlalu banyak. Sesungguhnya aku sangat menghargai manusia yang dikaruniai jiwa pebisnis/wirausaha. Besar ataupun kecilnya mereka sudah membuka lapangan pekerjaan dan semoga suatu hari usaha mereka berkembang menjadi sebuah perusahaan hingga berskala PT (Perseroan Terbatas). Dengan banyaknya orang kreatif mau berwirausaha di Padang semoga nantinya membuka lapangan kerja yang semakin besar pula.

Bulan September, sesuai dengan keinginan orang tuaku aku mengikuti Penerimaan Ujian masuk CPNS. Ketika itu ada lowongan besar untuk jurusanku (akuntansi) di Kementerian Keuangan. Aku sendiri tidak yakin dengan kemampuanku untuk memilih instansi tersebut. Namun karna menurut mama aku sebaiknya mengambil itu, maka aku ikuti. Kemudian pada Bulan Septemer aku berangkat Ke Jakata kembali untuk mengikuti tes Penerimaan kedua yaitu ujian TPA setelah seleksi administrasi. Aku hanya bisa berusaha dengan baik belajar keras serta berdoa yang rajin. Aku tau betul aku bukan lulusan ternama dan kemampuanku biasa-biasa saja. Aku mengerahkan seluruh harapan, kerja keras belajar serta doa untuk ujian ini. Dengan semangatku aku mengikuti proses demi prosesnya dengan berserah diri namun tetap berharap kepada Allah, hingga tes wawancara yang terakhir pun aku sellau tidak percaya kepada diriku sendiri, "benarkah aku telah melampaui semua ini hingga aku berada pada tes yang terakhir?". Tidak banyak yang bisa kujual dari diriku selain pengalaman mengaudit RS sambil skripsi dulu dan semangat berorganisasi yang ada pada jiwaku dari Komunitas hingga Organisasi yang telah aku bangun. Karna aku tahu persaingannya begitu ketat dan aku berada diantara orang-orang jenius yang hebatnya luar biasa. Hingga akhirnya dengan kepasrahan kepada Allah SWT aku menerima pengumuman baik di tanggal 19 Desember 2014, yaitu aku terpilih sebagai CPNS Analisis Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Penerimaan Sarjana di Perekrutan Kementerian Keuangan Tahun 2014.

Aku sujud syukur dan berterima kasih kepada Allah SWT serta anak-anak Panti asuhan yang sempat aku ajarkan perkusi di Panti Asuhan Aisyiah (Parupuk Tabing) dan Panti asuhan Al-Falah (Simpang Gia) yang telah mendoakan aku bersama-sama, orang tua yang selalu mendoakan aku dan keluarga besar aku dan sahabatku di Bandung yang selalu men-support. Aku sangat berterima kasih terutama pada mama, karna berkat doa ibulah aku akhirnhya bisa lulus diantara puluh ribu orang yang mengikuti tes. Namun ada hal yang sempat membuatku sedi, karna bulan Januari aku harus segera berangkat ke Jakarta dan meninggalkan pelajaran yang baru saja kita mulai di Panti asuhan dan cita-citaku untuk membangun sebuah komunitas kecil-kecilan.

Sehari sebelum hari ulang tahunku tanggal 7 Januari, aku melakukan pemberkasan dokumen ke kantor Bea dan Cukai di Rawamangun. Karena ada beberapa dokumen ada yang kurang maka aku berangkat ke Bandung untuk menyelesaikan beberapa dokumen ke Kampus yang aku cintai di Bandung. Ternyata memang penyelesaian dokumen itu membuat aku harus menginap di Bandung sehari. Tepat jam 12 malam tanggal 8 Januari, teman-temanku di Bandung merayakan ulang tahunku pada saat itu aku dibawa ke sebuah cafe di Bandung, dan ternyata inilah rencana Allah SWT membuat aku ke Bandung dengan adanya berkas yang kurang (padahal peserta lulus lainnya yang kurang dokumennya ga disuruh lengkapin langsung). Pagi harinya aku langsung berangkat kembali ke Jakarta untuk menyerahkan dokumen yang belum dilengkapi tersebut ke Kantor Pusat Kemenkeu di Jalan Wahidin 1. Cerita indah lainnya adalah ketika aku pulang ke rumah sepupuku di Pamulang, ternyata tepat pada tanggal 8 Januari 2015 mama yang sedang menemaniku di Jakarta, adik kandungku satu-satunya, anak sepupuku di Pamulang juga merayakan ulang tahunku disaat tiba dirumah hingga ketika itu rasanya aku ingin berteriak terima kasih kepada Allah SWT. Aku tau Allah itu selalu ingin menghibur hambanya apalagi setalh turbulensi yang aku alami belakangan ini yaitu kesedihan dan rasa sakit karna beberapa masalah pribadi dan keluarga yang tidak akan aku ceritakan. Allah itu maha baik, Ia tidak sebegitunya menguji kita tanpa melewati batas kemampuan kita dan Allah sebenarnya selalu ingin menghibur kita dan Alhamdulillah pada ulang tahun ke-23 ini aku diberikan kado indah bertubi-tubi dari Allah SWT yang Maha Baik.


Saat ini aku masih menjalani masa OJT CPNS di Kementerian Keuangan hingga akhir Tahun 2015 ini di Kantor Pusat DJPBN, Kementerian Keuangan di Jakarta. Namun ada hal lainnya yang mengganjalku, yaitu bagaimana dengan harapanku membangun daerahku sendiri? Sedangkan Aku akan penempatan pada tahun 2016 nanti diseluruh Indonesia yang tempatnya hingga saat ini menjadi rahasia Allah SWT. Aku selalu berdoa kepada Allah SWT agar aku diberi penempatan di Padang sesuai dengan Homebase masing-masing PNS Kementerian Keuangan. Dan mungkin beginilah aku dan perantau lainnya, ada yang karena ingin ada pula yang karena memang tidak bisa memilih akan tetap tinggal di Padang atau tidak.

Apapun itu, untuk saat ini aku niatkan kepada Allah SWT bahwa aku memilih menjadi PNS ini ingin mengabdi kepada Negara dan membuat sistem baru nantinya dengan memulai kerja yang bersih dari diri aku sendiri. Aku berharap suatu saat nanti aku bisa menciptakan sebuah sistem ataupun suatu hal yang baru yang mengubah segala sesuatu menjadi lebih baik. Semoga dimanapun aku berada, aku selalu berguna bagi orang-orang disekitarku dengan sedikit kemampuan yang aku punya ini. Semoga kedepannya pula cita-cita dan harapanku untuk membangun Padang terlaksana.
Bismillahirrahmanirrahiiim

Mengutip lirik dari The Script - Hall Of Fame
"You could go the distance, you could run the mile
You could walk straight through hell with a smile
You could be the hero, you could get the gold
Breaking all the records that thought never could be broke

Do it for your people, do it for your pride
Never Gonna Know if you never even try
Do it For your Country, Do it For Your name
Cause there's gonna be a day
When your standing in the hall of fame, and the worlds gonna know your Name
Cause you burn with the brightest flame"
Be a Champion!


Rabu, 23 April 2014

Cerita Pada Belitong

Seperti yang saya sempat paparkan dalam tulisan saya yang pertama dalam 2014 ini pada tulisan saya yang berjudul "auditor junior", saya bercerita dengan teman saya dan ia mengatakan "dengan tulisan, semua kenangan akan selalu hidup". Itulah alasan saya ingin menulis kembali dan tidak menyimpan semua memory saya dalam sebuah folder foto yang tertata rapih didalam laptop saya ini untuk saya kenang sendiri.atau sekadar memasangnya dalam media sosial yang sudah saya privasi. saya ke pulau bangka dan belitong ini memang sudah berselang beberapa bulan tapi saya ingin menuliskannya kedalam blog ini, mungkin saat saya sudah tua nanti dan lupa, saya bisa melihat semua memory dalam hidup saya.
Bermula dari penugasan papa ke pulau bangka ini untuk melaksanakan PLT, yang memang dalam hal ini papa adalah seorang PNS. Papa bukan pertama kalinya dipindah tugaskan ke luar kota, dulu saat saya masih duduk di bangku sd saya pernah tinggal di Kabupaten Solok (sumatra barat) sekitar 3 tahun, dan akhirnya pindah kembali ke Padang. Setelah sekian lama, papa pindah tugas lagi ke luar kota, dan hal ini tentu saja sangat menarik karena papa pindah ke Pangkal Pinang! Memang saya tidak selalu bisa untuk selalu mengunjungi papa disana, tapi dengan ditempatkannya papa disana saya bisa beberapa kali berkunjung. Untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di pulau itu, pulau Bangka.
Hari Pertama di Pangkal Pinang.
Memasuki bulan ketiga papa di Pangkal Pinang, papa berinisiatif untuk mengajak kami sekeluarga ke rumah dinas yang disediakan pemerintah untuk papa disana. Papa disana sendirian karena mama dan gita tetap di padang untuk sekolah dan bekerja, sedangkan saya masih berkuliah di bandung. Pertama kalinya saya menapaki kota Pangkal Pinang, jantung kotanya pulau Bangka penilaian saya adalah betapa berbedanya kota ini dari Padang, Bandung, atau Jakarta yang biasa saya lihat. Kota ini sedikit sepi daripada kota lainnya, dimana saat sabtu dan minggu semua toko hampir tutup disini,padahal jika ini adalah Padang atau Bandung, weekend adalah kesempatan emas pengusaha untuk mencari omset terbesar daripada hari lainnya disaat semua orang keluar rumah dan sekedar menikmati hari libur bersama keluarga, teman atau pacar tapi disini sabtu dan minggu mereka kebanyakan tutup. Ada satu hal lagi yang akan kau rasakan berbeda jika berkunjung ke tempat ini, yaitu jalanan di kiri dan di kanan sesekali akan kau temui dibeberapa tempat TPU (tempat pemakaman umum) di pinggir jalan kota atau saat kau mulai meninggalkan pusat kota dan mulai menapaki perjalanan menuju sungailiat kau akan temukan di kiri dan di kanan jalan adalah lubang besar yang ditutupi air hujan dengan tanah tandus berwarna perak. Ketahuilah lubang besar di kiri dan kanan jalan tersebut adalah bekas penambangan timah oleh masyarakat dan PT Timah persero. Sudah bukan asing lagi di telinga kita semua bahwa pulau bangka dan belitong itu terkenal karena timahnya. Di ekspoitasi besar-besaran saat era penjajahan belanda dan terus menerus meraup hasil alamnya hingga sekarang ini. Saya masih ingat, dahulu papa dan mama sempat berbicara tentang keeksisan timah sekitar tahun 1880-1996 di pulau ini. Tanpa bersekolah dan bekerja kau bisa kaya disini cukup dengan hanya menggali timah di tanah pekarangan atau menyelam dalam sungai atau laut untuk mencari butiran tanah yang mengandung timah lalu kau jual kepada PT Timah persero dengan harga lumayan.
Namun sekarang ini masyarakat disana sudah tidak semakmur seperti cerita dahulu yang sering kau dengar. Timah menipis layaknya sumber daya alam yang jika terus menerus kau ambil akan habis. Timah sama seperti minyak dan gas alam yang semakin menipis dan siap mencekik pemerintah karena harganya semakin mahal. Begitupula timah, masyarakat disini pun sudah sejak lama bergantung pada timah sebagai sumber penghidupannya. Sekarang kota disini seakan kehilangan gairah, seperti itulah yang kulihat. Tanah tandus dimana-mana yang tidak bisa menghasilkan tanaman palawija seperti sayur lembab yang biasa kau konsumsi di daerah bertanah subur. Tanaman yang paling banyak disini adalah lada dan pala. Sangat sulit kau temui disini tanaman seperti jagung, padi, kembang kol, wortel atau lainya yang hanya dapat tumbuh di tanah berwarna coklat atau hitam. Sekali kau menginjakkan kakimu pada tanah, yang kau rasakan adalah kering dan panas apalagi saat kau berada di tanah bekas penambangan timah.

Kami sekeluarga di bawa papa oleh pak Daus (Supir kantor papa) ke sebuah pantai di Pulau Bangka yang terkenal yaitu pantai Parai. Pantai ini terletak di Kabupaten Sungailiat utara yang ternyata banyak wisatawan asing berkunjung kesini meskipun tidak seramai Bali. Kau tahu, pantai itu indah sekali dengan pesona bebatuan dimana-mana diiringi pasirnya yang putih serta lembut saat kau injakkan kakimu di pelepas pantai. Saya takjub, saya terperangah dan saya kagum sepenuhnya oleh pesona pantai ini. Saya pernah ke Bali yang di sebut-sebut orang seantero adalah pantai terindah. Namun, menurut saya pantai ini memancarkan pesona asri yang bersih, tampaknya tidak terlalu banyak wisatawan kesini dan merusak pantai dengan sampah, mengotori warna pasirnya dengan beragam sampah pula.
Ada satu hal yang unik dari pantai-pantai yang ada pada Pulau ini, yaitu bebatuannya. Di pantai ini tampak bebatuan yang seolah terlempar dari langit yang semuanya condong pada satu arah, seolah terlempar dari ruang angkasa, entah dahulu berbentuk meteor atau terjadi atas ledakan gunung berapi. Saking takjubnya saya tidak lagi bertanya dari apa asal muasal semua bebatuan itu, padahal biasanya saya orang yang paling banyak tanya, hahaha.
Hari Ketiga – Memasuki Belitong
Tidak berlama-lama, pada hari ketiga kami sekeluarga pergi ke pulau Belitong. Jangan kau sangka jika Bangka dan Belitong itu dekat kayaknya jarak tempuh Jakarta-Bandung. Dari pulau bangka, kita akan menaiki pesawat ¾ atau menaiki kapal fery berkapasitas 80 orang sekitar 6-8 jam. Pada kesempatan ini, kami sekeluarga memilih menaiki pesawat karena memang mama tidak terbiasa menggunakan kapal laut meskipun betapa inginnya saya dan adik saya menaiki kapal laut. Jika menaiki pesawat kau hanya akan menghabiskan waktu sekitar 45 menit. Kami menaiki pesawat jadul kala itu, dimana pesawatnya masih menggunakan baling-baling, sangat unik seperti pesawat era Belanda yang masih menjajah Indonesia sebelum kemerdekaan.


Sesampainya disana, seperti orang kebanyakan kami istirahat disebuah hotel sederhana menunggu waktu jemputan orang yang kami sewa untuk mengantarkan kami ketempat-tempat wisata. Tujuan awal saya disana adalah Pantai Lengkuas, pantai yang paling indah yang pernah saya lihat setelah pantai Parai, Sungailiat, Bangka. Untuk menuju tempat ini, kami harus menaiki sebuah perahu yang sudah disediakan masyarakat sebagai layanan wisatawan. Jarak tempuhnya sekitar 25 menit dengan kecepatan rata-rata perahu kayu indonesia yang diberi mesin jet boat.


Saya ingin berbagi mengenai keindahan pantai ini dengan beberapa foto yang akan saya publish ditulisan ini. Selain keindahan pantainya yang menakjubkan, disana ada sebuah menara mercu suar dengan 18 lantai hingga menuju puncak. Wisatawan diperbolehkan untuk menuju mercu suar dengan sumbangan sukarela perorang 5rb rupiah. Kau tahu? Menaiki menara mercu suar dengan tas ransel erisi makanan itu melelahkan. Yang menaiki menara itu kala itu hanya saya dan adik saya, berdua tanpa mama dan papa karna saya sendiri dilarang menaikinya, tapi kita nakal. Setengah perjalanan sekitar dilantai kedelapan, kami hampir menyerah dan ingin turun mengingat kami tanpa minta izin menaiki menara itu. Namun ada dua orang pria cina dewasa mengatakan kepada kami “masih jauh mba, terbayar kok sampai atas sama pemandangannya”. Mendengar kalimat itu, saya dan Gita makin semangat melanjutkan perjuangan hingga akhirnya kami sampai pada pundak tertinggi, yaitu lampu menara mercu suar!.


Ya tuhaaan, Ya Allah! Memang indah sekali rasanya seperti ada kebahagiaan yang benar-benar menghembus kedalam hati. Perjuangan kami tidak sia-sia, kami berfoto disetiap sudut dengan berbagai pose bergantian dengan latar belakang yang menakjubkan tersebut. Memang disini jelas terlihat bahwa bebatuan yang berjejer di pantai ini mengarah kesuatu tempat, yaitu kelangit arah barat. Tampaknya memang bebatuan tersebut terjatuh dari ketinggian langit atau letusan gunung merapi dan semuanya menghantan tanah dengan posisi yang hampir sama, condong kelangit. Dengan air yang bening kami bisa melihat dari atas cahaya matahari menembuh dasar pantai menambah indahnya pantai. Jika engkau meilhat dengan mata kepala sendiri tentunya engkau akan berdecak kagum dibandingkan hanya melihat dari kamera android berskala 5 Mega Pixel ini.


Hari Keempat dan Kelima – Menelusuri Jejak Laskar Pelangi
Salah satu yang membuat saya antusias dengan tempat ini adalah Laskar Pelangi. Jika kau baca Novel karangan Andrea Hirata, kata-katanya begitu menyentuh dan tentunya engkau akan bertanya-tanya apa memang tempatnya sedramatis itu atau seindah itukah?. Ya, saya mengunjungi lokasi pantai tempat dimana syutingnya berlangsung dahulu, pantai yang juga banyak bebatuannya. Hingga kami menelusuri lokasi syutingnya yang utama yaitu SD Muhammadiyah Gantong (SD Laskar Pelangi kala itu). SD itu bukanlah SD yang asli, kabarnya SD itu memang sudah rubuh dan sudah punah sekarang. Yang kami kunjungi tidak lain dan tidak bukan hanyalah sebuah replika yang didesain seperti dalam novelnya Andrea Hirata.


Hal yang perlu kau kunjungi kembali adalah Museum Kata, Andrea Hirata. Letaknya tidak jauh dari SD replika Muhammadiyah Gantong itu. Disana kau akan melihat foto-foto Belitong masa itu, beberapa puluh tahun yang lalu, sekitar pertengahan 1980-an hingga 1990-an. Memang benar adanya kala itu Belitong adalah pulau yang berkiblat pada Timah. Mereka para anak SD, memilih tidak bersekolah karena ingin mencari timah dan menjualnya kepada penjaja timah. Mereka mendulang timah, ada yang berenang hingga kedasar danau untuk mencari timah hingga pulang dengan telinga yang berdarah, sungguh ironis sekali Belitong kala itu. Pertama kalinya saya benar-benar sadar apa yang dimaksudkan dalam Novel Andrea Hirata itu, Belitong yang terisolir, tidak peduli dengan hiruk pikuknya keagungan pendidikan yang menjadikan orang lebih berbangga hati. Anak-anak disana kala itu lebih memilih untuk mencari timah dengan harga mencapai ratusan ribu (cukup mahal kala itu). Untungnya sekarang, sejak dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai pembatasan kewenangan eksploitasi sumber daya alam tahun 1998, masyarakat umum tanpa surat lengkap tidak diperbolehkan mengambil timah dengan bebas. Disaat itu pula mungkin mereka menyadari, satu-satunya sumber daya alam yang paling mereka harapkan adalah timah. Tumbuhan akan sulit tumbuh dengan kondisi tanah berwarna perak yang panas seperti disana. Sejak dikeluarkannya peraturan itupulalah menurutku, gairah memburu timah warga Belitong menurun.