Rabu, 17 Oktober 2012

Lomba Menulis : Setiap yang bernyawa akan kembali kepada-Nya


Pengantar
Alhamdulillah yang tidak henti-hentinya saya haturkan kepada Allah SWT yang selalu membimbing saya agar saya selalu mengingat-Nya dalam setiap hembusan nafas yang di amanahkan kepada saya. Dalam tulisan ini, saya menceritakan kepada para sahabat muslim yang dirahmati oleh Allah SWT mengenai pengalaman saya tentang kematian yang terasa begitu dekat dengan saya. Saya bersyukur, hingga saat ini saya selalu di jauhkan oleh Allah SWT dari segala bahaya yang mungkin datang kepada saya. Keajaiban doa itu terletak pada “tidak akan ada doa yang luput dari pandangan Allah SWT”. Allah SWT selalu mengijabah doa setiap umatnya dalam berbagai cara. Maka dari itu, berdoalah agar kamu selalu senantiasa damai hatinya wahai kaum muslimin yang di rahmati oleh Allah SWT. Pengalaman yang saya tuliskan dalam artikel ini sekiranya dapat menjadi hantaran bagi kita semua agar menyadari bahwa hidup di dunia ini untuk Hablumminallah dan Hablumminannas. Sedikit motivasi yang penulis dapatkan oleh salah seorang ustadzah di pesantren penulis, telah penulis tuliskan disini. Hal ini penulis tuliskan bertujuan untuk memberikan gambaran guna mengilhami arti dari setiap nyawa yang di amanahkan oleh Allah SWT akan kembali pula kepada-Nya selaku pencipta yang maha besar lagi pengasih dan penyayang.










Setiap Yang Bernyawa Akan Kembali Kepada-Nya
            Bimillahirrahmanirrahim inna nahnu nazalna zikro wa innallahi lahafizun, Rabbi zikri ilman warzukni fahman. Semoga apa yang menjadi harapan setiap umat manusia didunia dapat tercapai.
            Jika saya menelaah ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 28 yang berbunyi :

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”
Saat melaah ayat ini pertama kali yang terpikir di benak saya adalah mengenai apa yang telah saya lakukan di dunia dan apa yang akan saya bawa kelak nanti di akhirat. Karna, segala yang bernyawa pasti akan kembali kepada Allah. Tidak ada yang kekal didunia ini selain Allah SWT.
            Mengenang tentang kematian kita sebagai manusia tidak akan pernah mengetahui rahasia Allah SWT yang satu ini. Bagaimana dan kapan hari kematian setiap insan itu tiba. Sebagai manusia yang beriman, tentunya kita sangat jika diberi kesempatan hidup lama dan cukup untuk memperbaiki akhlak sebelum menghadap Allah SWT.
            Sebelum saya menjelaskan pemahaman lebih dalam tentang setiap yang bernyawa pasti akan kembali kepada Allah SWT dan hal yang sebaiknya kita lakukan didunia mengingat pentingnya arti kehidupan, saya akan bercerita sekilas pengalaman saya mengenai kematian seseorang teman saya yang tak pernah saya duga sebelumnya. Mungkin ini dapat dijadikan renungan bagi kita semua bahwa kematian itu sangat dekat dengan kita semua. Kematian itu bisa datang  begitu cepat kepada kita, tanpa kita duga dan tanpa sedikitpun kita menyadarinya.
            Kejadian ini terjadi saat saya masih bersekolah di salah satu SMA negeri dikota padang. Saat itu, saya masih duduk dibangku kelas 2 SMA. Saya mempunyai 4 sahabat disekolah yang saat itu sangat akrab dengan saya. Salah satu dari ketiga sahabat saya tersebut, mempunyai adik sepupu yang kebetulan juga satu sekolah dengan kami semua. Usianya hanya terpaut 1 tahun, jadi ketika kami duduk di bangku kelas 2 SMA, maka ia duduk di bangku kelas 1 SMA kala itu.
            Adik sepupu salah seorang sahabat saya itu juga dekat dengan kami bahkan saat pergi dan pulang sekolah kami selalu bersama. Bahkan sehari sebelum kejadian yang selalu terkenang oleh saya, tepatnya 29 september 2009 kami sempat bertemu dan berbincang sebelum pulang sekolah.
            Pada hari yang mengejutkan tanggal 30 September 2009, dimana saat sepulang sekolah pukul 14.30 WIB saya bersama dengan ketiga teman saya ingin membuat tugas kelompok dan mencari bahan referensinya melalui warung internet atau biasa disebut warnet yang dekat dengan komplek perumahan saya tinggal. Tugas kelompok itu akan dikumpul esok harinya, tetapi kami semua merasa sangat pusing dan ingin melanjutkan tugas itu dengan cara membagi tugas saja via e-mail malam harinya.
 Benar saja, sesaat saya sampai dirumah dan duduk untuk rehat sementara sebelum shalat ashar, gempa besar datang perlahan mengagetkan saya yang ketika itu sedang duduk di ruang televisi. Saya tersentak kaget dan berusaha memanggil mama yang saat itu sedang mandi sore. Untung saja, saat itu yang ada dirumah hanya aku dan mama, adik semata wayangku sedang ke warung untuk membeli bumbu masakan yang di amanahkan oleh mama. Sedangkan papa, sedang dinas keluar kota pada saat gempa itu terjadi. Aku berteriak memanggil mama “mah, cepat keluar! Ada gempa!” mama langsung keluar dari kamar mandi karna merasakan goncangan yang kian menguat. Mama pun keluar dari rumah hanya menggunakan handuk saja. Adik saya bergegas pulang dari warung depan rumah dan kami semua berkumpul dihalaman untuk berjaga-jaga jika gempa yang terjadi semakin keras goncangannya dan membuat rumah kami dapat runtuh hingga membahayakan kami semua.
Dahsyatnya gempa saat itu membuat rumah kami nyaris roboh serta membuat air kolam ikan disebelah rumah tumpah bagaikan mendidih terkena panas. Jalanan aspal di komplek rumah kami retak dan mengeluarkan lumpur. Dikiri dan kanan saya tetangga berteriak “Allahuakbar!! Allahuakbar!!” sedangkan saya, mama dan adik saling berpelukan mengucap “Lahaula walaakuata illa billah” sambil sesekali terjatuh karna kuatnya goncangan itu.
Goncangan yang terjadi cukup lama, sekitar 7 menit yang kami rasakan saat itu. Saat gempa terasa telah benar-benar telah reda, mama berteriak “Masuk cepat! Ambil pakaian seperlunya dan ke mobil! Kita akan mengungsi ke daratan yang lebih tinggi!”. Aku dan adikku masuk kekamar, mengambil baju seperlunya dari lemari yang telah jatuh berantakan. Untung saja, saat itu rumah kami tidak rubuh meskipun sebagian dari teras rumah kami rusak hingga atapnya miring. Saya mematikan lampu, menarik ransel kemudian bergegas meninggalkan rumah dengan mobil yang dikendarai oleh mama.
Komplek rumah kami hanya berjarak 20 meter dari laut. Warga kota kami sebelumnya sering mendapat simulasi yang apabila gempa berskala lebih dari 7 Skala Richter serta sirine telah berbunyi, maka kami sedapat mungkin meninggalkan kawasan pantai karna kemungkinan dapat besar berpotensi tsunami.
Sepanjang perjalanan, saya sekeluarga begitu kaget dan sedih melihat sisi jalan kanan dan kiri rumah rubuh. Kepanikan, tangis, teriakan terdengar memecah kota yang biasanya tenang menjadi sangat bergemuruh. Kota macet total dan membuat mobil kami kesulitan untuk menerobos dengan cepat mencapai daratan yang lebih tinggi di bukit Lubuk Minturun. Kami hanya bisa pasrah sambil mengucap “Laa illaa ha illallah, ya Allah lindungi kami”. Mama pun berusaha meyakinkan kami agar tetap tenang sambil menyebut nama Allah.
Setibanya di jalan Tabing padang, saya melihat warnet yang tadinya akan saya tuju dengan teman-teman sekelompok saya untuk mencari referensi tugas, ternyata telah rubuh. Naudzubillah! Saya tidak bisa bayangkan jika kami tadinya tetap pergi kesana, entah apa yang terjadi pada kita semua. Kemudian disisi kiri jalan lainnya saya melihat warga berusaha mengangkat puing-puing bangunan teras mesjid jalan Tabing itu. “kayaknya ada yang masih terjebak dibawahnya kak” secara tiba-tiba adik saya berkata demikian setelah menyaksikan dengan terkesima para warga yang mencoba mengangkat puing-puing bangunan mesjid itu. Saya menyetel radio, berharap jika ada siaran yang masih bisa kami tangkap kala itu. Setelah mendengarkan radio cukup lama pada stasiun RRI Pro 1, ada himbauan langsung dari walikota melalui BMKG (Badan Meteorologi dan Geofisika) mengatakan, “kami himbau kepada warga kota Padang agar dapat tetap tenang karna gempa yang terjadi sekiranya tidak menimbulkan potensi tsunami”. Kami sekeluarga secara bersamaan mengucap Alhamdulillah. Akan tetapi, kami tetap menuju pengungsian karna kondisi kota yang saat itu belum stabil dan sangat hiruk pikuk. Mama menelfon papa untuk mengabarkan kejadian ini. Nihil, sinyal terputus hingga saluran manapun tidak bisa untuk melakukan panggilan telefon. Kami saat itu hanya bisa pasrah dengan tetap membaca ayat Allah hingga sampai di tempat pengungsian dan berkumpul dengan warga kota lainnya disana.
Keesokan harinya, sekitar pukul 6 pagi para pengungsi sudah terlihat banyak yang mulai kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Saluran komunikasi masih belum lancar, tapi kami sudah dapat mengabari kepada papa bahwa kami sekeluarga baik-baik saja. Betapa khawatirnya papa saat itu dan sangat terharu mengetahui bahwa kami baik-baik saja. Dan kamipun melangkah kembali pulang ke rumah kami.
Beruntung sekali, rumah tempat tinggal kami tidak rubuh dan kami tetap masih bisa menempati rumah kami secara layak. Betapa besar rahmat Allah yang kami rasakan hingga kami terhindar dari bahaya disaat orang lain bahkan telah kehilangan nyawa, orang yang dicintainya hingga rumah teduhnya tempat ia berlindung dari panas dan dingin.
Dua hari kemudian saluran komunikasi telah normal. Meskipun listrik masih padam dan air ledeng pun masih belum mengalir. siang harinya saya menerima telefon dari salah satu sahabat karib. Beliau mengatakan bahwa adik sepupu sahabat saya, telah meninggal saat sedang les bahasa inggris di salah satu tempat les bahasa di kota kami. Ia mengatakan bahwa jasadnya telah ditemukan kemarin di bawah reruntuhan bangunan setinggi 5 lantai. Saya kaget dan sangat prihatin atas musibah yang menimpa sahabat karib saya tersebut.
Disini yang ingin saya tekankan adalah bukan semata-mata kejadian gempa yang telah menimpa kota Padang beberapa tahun yang lalu. Sahabat , saya ingin menyampaikan pengalaman saya yang sekiranya dapat dijadikan pengalaman yang begitu berharga. Begitu dekatnya kematian itu dengan kita semua, bahkan kita pun tidak tahu kapankan kematian akan menjemput serta bagaimana ia datang.
Kematian terasa begitu dekat dengan saya setelah apa yang menimpa adik sepupu dari sahabat karib saya yang sama sekali tidak pernah terduga oleh saya. Bahkan pada hari sebelum kematiannya, kami sempat bersenda gurau satu sama lain. Ia adalah anak yang baik serta rajin beribadah. Namun siapa sangka ia dengan cepat di panggil oleh Allah dengan cara yang tidak terduga.
Saya pun sangat bersyukur kepada Allah masih diberi kesempatan untuk hidup serta berkumpul dengan keluarga saya. Padahal, kematian pun nyaris saja menghampiri  saya dikala itu. Sujud syukur yang tak henti-hentinya untuk Allah SWT atas karunia-Nya yang begitu besar kepada kami sekeluarga.
Sahabat, selalulah kalian bersyukur kepada nafas yang saat ini masih Allah SWT amanahkan kepada kita semua. Masih banyak manusia yang ingin hidup lebih lama berjuang untuk menggapai kebaikan tetapi tidak mendapatkannya.
Sahabat, ingatlah bahwa kematian itu dapat datang kapan saja dan dimana saja dengan cara Allah yang tidak dapat kita pahami. Karna kita semata-mata adalah milik Allah SWT. Nyawa kita adalah titipan Allah, maka setiap yang bernyawa akan kembali pula pada-Nya.
“Beribadahlah engkau seperti akan mati esok dan bekerjalah kamu seperti akan hidup selamanya” kata-kata tersebut dapat memotivasi kita dengan baik. Sahabat, kita tidak akan pernah tahu kapan ajal akan menjemput kita. Maka dari itu, coba tanyakan pada diri kita sendiri “Sudah siapkah kita saat ajal menjemput kita?”. Bagaimana amalan kita, apa saja yang telah kita lakukan selama hidup ini bagi sesama muslim?.
Sahabat… mungkin ada beberapa perkara menurut Ustadzah guru mengaji saya, yang dapat saya bagi kepada sahabat mengenai “siapkah kita saat ajal itu menjemput?”
1.      Beribadahlah seperti engkau mati esok hari
Sahabat, Kata-kata ini memang sangat sederhana tetapi dapat memacu kita untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah kita menjadi lebih baik. Ibadah manusia yang seolah-olah mati esok hari bagaikan ibadah musafir haus mencari telaga.
2.      Apa yang telah kita lakukan selama hidup?
Sahabat saya yang baik hatinya, kata-kata ini memang sedikit memberikan pertanyaan besar pada kalimatnya. Hal yang saya maksudkan disini adalah, apakah kehidupan kita didunia ini semata-mata hanya untuk mengejar target hidup diri sendiri semata?. Dalam islam, kita diajarkan untuk saling mengasihi sesamea, membayar zakat dan melakukan perbuatan baik lainnya. Ingatlah sahabat, tujuan hidup paling utama itu adalah Hablumminallah dan Hablumminannas yaitu “hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia”. Coba engkau renungkan wahai para sahabatku bahwa kita hidup tidak luput dari tujuan untuk memakmurkan umat lainnya. Untuk apa engkau menuntut ilmu setinggi-tingginya? Untuk siapa engkau berkerja? Itu semata-mata bukan untuk dirimu sendiri melainkan tanpa engkau sadari segala kegiatan yang engkau lakukan didunia ini untuk orang lain. Karna Allah pun telah menganjurkan kepada kita semua bahwa orang berilmu yang paling baik disisi Allah adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Dan untuk siapa kamu bekerja dan kemudian membayar pajak? Tentunya itu untuk Negara bukan? Uang pajak penghasilan yang nantinya akan dipergunakan untuk membangun puskesmas, rumah pendidikan masyarakat, dan hal lainnya yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat miskin. Tentunya selain kita bekerja untuk menghidupi diri sendiri, pada waktu tertentu seperti pada idul fitri sebelum matahari terbenam kita diwajibkan untuk menafkahkan sebagian dari rizki kita kepada fakir miskin sebanyak 2.5% nya bukan?. Tentu saja, dari hal kecil yang dapat saya contohkan tersebut dapat menjadi gambaran bagi para sahabat, bahwa kita hidup didunia ini semata-mata bujan untuk diri sendiri. Maka, hal baik dan berguna apa sajakah yang telah kita bangun untuk mensejahterakan sesama umat Allah yang beragama?
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 43 ;
 “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”

3.      Perbaikilah kualitas ibadah dari waktu ke waktu
Jika seorang muslim telah menunaikan ibadah yang wajib, maka akan baik bagi dirinya jika ibadahnya disempurnakan dengan ibadah sunnah. Seperti memperbanyak shalat malam, dhuha, zikir dan ibadah lainnyayang dapat mendekatkan hati kita selalu pada Allah SWT.
4.      Tuntutlah ilmu bagaikan dahaga di tengah padang pasir
Pepatah mengatakan “tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina”. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 ;


 [58:11] “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

            Demikianlah yang dapat saya sampaikan kepada para sahabat muslim yang di rahmati Allah yang saya cintai, semoga tulisan ini dapat menjadikan kita semua semakin dekat dengan Allah serta menyadari bahwa kematian itu sangat dekat dengan kita. Sebab, setiap yang bernyawa akan kembali kepada-Nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar